BAB I
Materi Muatan HAM Dalam UUD 1945
dan Dalam Konstitusi RIS 1949
Menyikapi
jaminan UUD 1945 atas HAM, terdapat
pandanagn yang beragam. Setidaknya, terdapat tiga kelompok pandangan, yakni :
pertama, mereka yang berpandangan bahwa UUD 1945 tidak memberikan jaminan HAM
secara komprehensif; kedua, mereka yang berpandangan bahwa UUD 1945 memberikan
jaminan atas HAM secara komprehensif;
dan berpandangan bahwa UUD 1945 hanya memberikan pokok jaminan atas HAM.
Pandangan
pertama didukung oleh Mahfud MD dan Bambang. Hal ini didasarkan bahwa istilah
HAM tidak ditemukan secara pribadi di dalam Pembukaan, Batang Tubuh, maupun
Penjelasannya. Menurut Sutiyoso, di dalam UUD 1945 hanya ditemukan
penjelasannya dengan tegas perkataanhak dan kewajiban wraga negara dan hak DPR.[1]
Menurut mahfud, tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa UUD 1945 tersebut
sebenarnya tidak banyak memberi pada HAM, bahkan UUD 1945 tidak berbicara apa
pun tentang universal kecuali dalam dua hal, yaitu sila ke empat Pancasila
cetakkan atas “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan pasal penendervasikan
jaminan “Kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah.[2]
Selebihnya,
Mahfud, UUD 1945 hanya berbicara tentang suatu hak asasi warga negara (HAM yang partikularistik). Keduanya, HAM dan
HAW jelas berbeda. Yang pertama mendasarkan paham bahwa secara kodrati manusia
itu, di mana pun hak-hak bawaan yang tidka bisa dpindah, diambil, atau
dimusnahkan. Adapun terakhir, hanya mungkin diperoleh karena seseorang memiliki
status sebagai wrga negara.[3]
Dalam hal ini, menurut Mahfud memberi kesan bahwa Pembukaan dan batang tubuh
UUD 1945 tidak memiliki semangat yang kuat dalam menegakkan perlindungan HAM
atau lebih menganut keinginan untuk mengisi HAM, menjadi sekedar HAW yang itu
pun harus ditentukan dengan lembaga yang dibuat lembaga legislatif. Lebih tegas
lagi, Mahfud menyatakan bahwa, di dalam berbagai analisis disebutkan salah satu
penyebab terjadinya pelanggaran HAM karena konstitusi kita tidak
sungguh-sungguh mengelaborasi perlindungan HAM di dalam pasal-pasalnya secara
eksplisit.[4]
Pandangan kedua
didukung oleh Soedjono Sumobroto dan Marboto, Azhary, dan Dahlan Thaib.
Soedjono Sumobroto mengatakan, UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup
dikalangan masyarakat. Atas dasar itu, HAM yang tersirat dalam UUD 1945
bersumber pada dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila.
Penegakkan HAM di Indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.[5]
Dengan kata lain, Pancasila merupakan nilai-nilai HAM yang hidup dalam kepribadian
bangsa.
Senada dengan
tersebut Dahlan mengatakan bila dikaji baik dalam pembukaan, Batang Tubuh
maupun penjelasan akan ditemukan setidaknya ada lima belas (15) prinsip HAM,
yakni sebagai berikut :[6]
(1) hak untuk mementukan nasib sendiri[7],
(2) hak akan warga negara[8]:
(3) hak untuk bekerja, (4) hak atas hidup layak[9]:
(6) hak berserikat[10], (7)
hak untuk menyatakan pendapat[11],
(8) beragama[12]
,(9) hak untuk membela negara[13],
(10) hak untuk mendapat pengajaran[14],
(11) hak akan kesejahteraan sosial[15], (12)
jaminan sosial[16],
(13) hak akan kebebasan dan kemandirian[17],
(14) hak mempertahankan tradisi budaya [18],
dan (15) hak pemeliharaan bahasa daerah[19].
Menurutnya, ketentuan-ketentuan di atas cukup membuat bahwa UUD 1945 sangat
menjamin HAM. Sekarang, tinggal lagi mana hal tersebut dapat
dioperasionalisasikan dengan baik dalam positif
Indonesia.
Hal yang sama
ditegaskan Azhary, kalau ada yang beranggapan UUD 1945 tidak atau kurang
menjamin HAM, itu adalah suatu anggapan yang keliru. Selengkapnya ia mengatakan
:
... apabila
diperhatikan baik pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945, ternyata cukup banyak
memerhatikan hak-hak asasi. Berdasarkan itu, UUD 1945 mengakui hak asai
Individu, tetapi tidak berarti sebagai kepentingan perseorangan ataupun
komunisme-fasisme yang mengutamakan masyarakatnya atau negaranya. Dengan
demikian kepentingan hak asasi individu diakui substansinya, namun dibatasi
jangan sampai melanggar hak individu lainnya ataupun hak asasi orang
banyak/rakyat.[20]
Kelompok ketiga
didukung oleh Kuntjoro Purbopranoto (wollhoff)[21],
selengkapnya beliau mengatakan sebagai berikut :
Perumusan
hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan asasi manusia dalam UUD 1945 belumlah
tersusun secara sistematis. Hanya empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan
hak-hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Sebabnya tidaklah karena
nilai-nilai hukum dari hak-hak asasi itu kurang mendapat perhatian, akan tetapi
karena susunan pertama UUD 1945 itu adalah inti-inti dasar kenegaraan, yang
dapat dirumuskan sebagai hasil perundingan antara para pemimpin kita dari
seluruh aliran masyarakat, yang diadakan pada masa berakhirnya pemerintahan
pendudukan bala tentara Jepang di Indonesia.[22]
Terdapat
dua pandangan untuk melihat HAM dalam UUD 1945, yakni sebagai berikut :
Pertama
segi filosofis. Sesuai dengan asas demokrasi yang digariskan dalam pola dasar
pembangunan nasional, demokrasi yang ingin diketengahkan adalah demokrasi
berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial, dan ekonomi,
serta dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh mungkin
menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat. Pada pokoknya, prinsip
inilah yang dianut dalam UUD 1945 sebagai konstitusi yang dijiwai oleh filsafat
pancasila. Ini berarti bahwa di dalam UUD 1945 ada dicantumkan kewajiban dasar
di samping adanya hak-hak dasar. Kewajiban dasar dimaksudkan secara garis
besarnya yang tersurat adalah kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan. Kedua, segi yuridis. Suatu pandangan
mengatakan “waktu UUD 1945 dirancang, maka kata pembukaannya menjamin demokrasi
revolusioner. Akibatnya pendirian ini yaitu hak dasar tidaklah diakui
seluruhnya, melainkan satu dua saja yang kira-kira sesuai dengan suasana
politik dan sosial pada tahun 1945. Yang dipengaruhi oleh peperangan antara
negara fasisme melawan demokrasi.[23]
M.
Yamin menyatakan bahwa bagi RI yang mengakui demokrasi dalam kata pembukanya
sebagai dasar negara, maka menyolok mata benar hak kemerdekaan warga negara
terlalu terbatas ditetapkan dalam UUD. Hanya tiga pasal (pasal 27, 28, 29) yang
menjamin hal itu.
Berdasarkan
pandangan-pandangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam UUD 1945
tidak ditemukan sebuah pengaturan yang tegas, akibatnya muncul berbagai
intrepretasi terhadap muatan kualitas muatan dan jaminan UUD 1945 atas HAM.
Akan tetapi, satu hal yang patut mendapat apresiasi positif adalah, bahwa para
pendiri Bangsa Indonesia telah berhasil memfomulasikan sebuah tatanan kehidupan
nasional berikut jaminan atas HAM.[24]
Dengan
kata lain, meskipun dalam tataran implementatif secara utuh UUD 1945 tidak
efektif berlaku akibat serangkaian kondisi sosial politik yang tidak kondusif[25],
tetapi, UUD 1945 pada masanya telah dapat dikategorikan sebagai konstitusi modern yang di dalamnya
mengatur perihal jaminan HAM, lembaga-lembaga kenegaraan berikut mekanisme
ketatanegaraan dalam relatif yang singkat. Namun demikian menurut Thaib, harus
diakui bahwa UUD 1945 merupakan hasil pemikiran prima para pendiri negara yang
tergabung dalam BPUPKI dan PPKI.[26]
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya adalah bukti historis bahwa UUD 1945 disusun
dan dirumuskan dalam jangka waktu yang sangat terbatas. Akibatnya, dalam
berbagai wacana yang muncul selalu berhadapan dengan kenyataan “kejaran” waktu
agar UUD 1945 dapat selesai dengan cepat sebagai syarat minimal berdirinya
sebuah negara.[27]
Seorang
sarjana berkebangsaan Jepang, Ato Masuda, dalam disertasinya mengingatkan bahwa
ketentuan HAM dalam UUD 1945 sangat bersifat kontekstual dengan zamannya.
Selengkapnya ia mengatakan :
Demikian
juga ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak dasar yang tercantum dalam UUD
1945...merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat lebih diluaskan dan
dilengkapkan lagi setelah Indonesia menjadi merdeka dari penjajahan Belanda
yang berkuasa pada waktu itu. Oleh karenanya ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak
dasar yang tercantum dalam UUD 1945 itu tidak terdapat ketentuan-ketentuan yang
muluk-muluk, tetapi tidak berisi seperti dalam UUD 1949 dan 1950, akan tetapi
di dalamnya Cuma terdapat ketentuan-ketentuan mengenai hubungan di antara
orang-orang Indonesia dan negara yang sedang berjuang untuk kemerdekaan
nasional.[28]
Menariknya
konstitusi RIS memberikan penekanan yang signifikan tentang HAM. Hal tersebut
diatur dalam bagian tersendiri (Bab I, Bagian 5 Hak-hak dan kebebasan-kebebasan
Dasar Manusia) yang terbentang dalam 27 pasal.tidak hanya itu konstitusi RIS
juga mengatur kewajiban asasi negara dalam hubungannya dengan upaya penegakkan
HAM (Bab I, Bagian 6 Asas-asas Dasar) yang terbentang dalam 8 pasal.
Berdasarkan hal ini, maka secara keseluruhan perihal HAM diatur dalam 2 bagian,
(Bagian 5 dan 6 pada Bab I) dengan jumlah 35 pasal.
Penekanan
dan jaminan Konstitusi RIS atas HAM, secara historis, sangat dipengaruhi oleh
keberadaan Universal Declaration of Human
Rights (UDHR/DUHAM) yang dirumuskan oleh PBB pada 10 desember 1948. Dalam
konteks negara bangsa, maka diseminasi HAM versi PBB pada waktu itu sangat dirasakan
memengaruhi konstitusi-kontitusi negara-negara di dunia, termasuk konstitusi
RIS 1949.[29]
Meskipun
tidak ditemukan kata Hak Asasi Manusia
dalam Konstitusi RIS, namun ada tiga kalimat yang dipergunakan, yakni setiap/segala/sekalian orang/siapa pun/tiada
seorang pun, setiap warga negara, dan berbagai kata yang menunjukkan adanya
kewajiban asasi manusia, dan negara. Keseluruhan kata ini dapat ditafsirkan
kepada makna dan pengertian HAM yang sesungguhnya. Dengan kata lain, manusia
secara pribadi, kelompok, keluarga, dan sebagai warga negara benar-benar
ditegaskan sebagai mereka yang mendapatkan jaminan dalam Konstitusi RIS.
Pertama,
hak-hak manusia sebagai pribadi/individu dapat dilihat dari gambaran
pasal-pasal dalam Konstitusi RIS yang titujukan pada tabel di bawah ini.
Pasal
|
ISI
|
PROFIL
HAM
|
7 ayat 1
|
Setiap orang diakui sebagai manusia
pribadi terhadap UU
|
Hak diakui sebagai person oleh UU (The Right to recognized as a person under
the Law)
|
7 ayat 2
|
Segala orang berhak menuntut peradilan
yang sama oleh UU
|
Hak persamaan di hadapan hukum (The right to equality before the law)
|
7 ayat 3
|
Segala orang berhak menuntut
perlindungan yang sama terhadap tiap-tiap pembelakangan dan terhadap
tiap-tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian.
|
Hak persamaan perlindungan menentang
diskriminasi (The right to equal
protection againts discrimination)
|
7 ayat 4
|
Setiap orang berhak mendapatkan
bantuan hukum yang sungguh dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu,
melawan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang
diperkenankan kepadanya menurut hukum.
|
Hak atas bantuan hukum (The Right to Legal assistance)
|
8
|
Sekalian orang yang ada di daerah
negara sama berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta bendanya.
|
Hak atas keamanan personal (The Right to personal security)
|
9 ayat 1
|
Setiap orang berhak dengan bebas
bergerak dan tinggal dalam perbatasan negara
|
Hak atas kebebasan bergerak (The Right to freedom or removement and
residence)
|
9 ayat 2
|
Setiap orang berhak meninggalkan
negeri dan jika ia warga negara atau penduduk kembali ke situ
|
Hak untuk meninggalkan negeri (The
Right to leave any country)
|
10
|
Tidak ada seorangpun boleh diperbudak,
diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak, penghambaan dan segala perbuatan berupa
apapun yang umumnya kepada itu, dilarang.
|
Hak untuk tidak diperbudak (The Right not to be subjected to slavery,
servitude, or bondage)
|
11
|
Tiada seorang pun akan disiksa ataupun
diperlakukan atau dihukum secara ganas, tidak mengenal perikemanusiaan atau
menghina
|
Hak mendapatkan proses hukum (The Right to due process of law)
|
12
|
Tiada seorang jua pun boleh ditangkap
atau ditahan, selainnya atas perintah untuk itu oleh kekuasaan yang sah
menurut cara yang diterangkan dalamnya.
|
Hak untuk tidak dianiaya (The Right not to be subjected to turtore,
or to cruel, inhuman or degrading treatement or punishment)
|
13 ayat 1
|
Setiap orang berhak, dalam persamaan
yang sepenuhnya, mendapat perlakuan jujur dalam perkaranya oleh hakim yang
tak memihak, dalam hal menetapkan apakah suatu tuntutan hukuman yang
dimajukan terhadapnya beralasan atau tidak.
|
Hak atas peradilan yang adil (The Right to impartial judiciary)
|
13 ayat 2
|
Bertentangan dengan kemauannya tiada seorang
jua pun dapat dipisahkan dari pada hakim, yang diberikannya kepadanya oleh
aturan-aturan hukum yang berlaku.
|
Hak atas pelayanan hukum dari para
hakim (The Right to an effective remedy
by the competent national tribunals)
|
14 ayat 1
|
Setiap oarng yang dituntut karena
disangka melakukan suatu peristiwa pidana berhak dianggap tidak bersalah,
sampai dibuktikan kesalahannya dalam suatu sidang pengadilan, emurut
aturan-aturan hukum yang berlaku, dan ia dalam sidang itu diberikan segala
jaminan yang telah ditentukan dan yang perlu untuk pembelaan
|
Hak dianggap tidak bersalah (The Right to be persumed innonence)
|
14 ayat 2
|
Tiada seorang jua pun boleh dituntut untuk
dihukum atau dijatuhkan hukuman, kecuali karena suatu aturan hukum yang sudah
ada dan berlaku terhadapnya.
|
Idem
|
14 ayat 3
|
Apabila ada perubahan dalam aturan
hukum seperti tersebut dalam ayat di atas maka diapakilah ketentuan yang
lebih baik bagi si tersangka.
|
Idem
|
18
|
Setiap orang berhak atas kebebasan
pikiran keinsyafan batin dan agama atau keyakinan, begitu pula kebebasan
menganut agamanya atau keyakinannya, baik sendiri maupun dalam lingkungannya
sendiri dengan jalan mengajarkan, mengamalkan, beribadat, menaati perintah
dan aturan-aturan agama serta dengan jalan mendidik anak-anak dalam iman dan
keyakinan orang tua mereka.
|
Hak atas kebebasan berpikir dan beragama
(The Right to freedom or thought,
conscience, and religion)
|
19
|
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat
|
Hak atas kebebasan berpendapat (The Right to freedom of opinion and
express)
|
21 ayat 1
|
Setiaporang berhak dengan bebas
memajukan pengaduan kepada penguasa, baik dengan lisan maupun tertulis.
|
Hak atas penuntutan (The Right to petition the government)
|
25 ayat 1
|
Setiap orang berhak mempunyai milik,
baik sendiri maupun bersama-sama orang lain.
|
Hak atas kepemilikan (The Right to own proverty alone as well as
in association with others)
|
25 ayat 2
|
Seorang pun tidak boleh dirampas
miliknya dengan semena-mena
|
Hak untuk tidak dirampas hak miliknya
(The Right to be arbitrary deprived of
his property)
|
27 ayat 2
|
Setiap orang yang melakukan pekerjaan
dalam hal-hal yang sama, berhak atas pengupahan adil yang menjamin
kehidupannya bersam dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia.
|
Hak atas kerja (The Right to work and to pay for equal work)
|
28
|
Setiap orang berhak mendirikan serikat
kerja.
|
Hak untuk membentuk serikat kerja (The Right to labour union)
|
Kedua,
hak-hak asasi manusia sebagai bagian dalam keluarga juga ditegaskan dalam
Konstitusi RIS, sebagaimana terdapat dalam pasal 37 yang berbunyi, “keluarga
berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan negara”. Keberadaan pasal ini
menunjukkan elemen keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah negara patut
memperoleh jaminan konstitusi.
Ketiga,
manusia sebagai warga negara juga memiliki hak-hak dasar yang memperoleh
jaminan dalam Konstitusi RIS. Menariknya, status manusia sebagai warga negara
tidaklah menghilangkan statusnya sebagai seorang pribadi/individu dan keluarga.
Adapun hak sebagai warga negara, Konstitusi RIS mengaturnya sebagai berikut :
Pasal
|
ISI
|
PROFIL
HAM
|
20
|
Hak penduduk atas kebebasan
berkumpuldn berapat secara damai diakui dan sekadar perlu dijamin dalam
peraturan perundang-undangan.
|
Hak kebebasa berkumpul (The Right to association)
|
22 ayat 1
|
Setiap warga negara berhak turut serta
dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil-wakil yang
dipilih dengan bebas menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang.
|
Hak turut serta dalam pemerintahan (The Right to take part in the government)
|
22 ayat 2
|
Setiap warga negara dapat diangkat
dalam tiap-tiap jabatan pemerintah.
|
Hak akses dalam pelayanan publik (The Right to equal acess to public service)
|
23
|
Setiap warga negara berhak dan
berkewajiban turut serta dengan sungguh dalam pertahanan kebangsaan.
|
Hak mempertahankan negara (The Right to national defence)
|
27 ayat 1
|
Setiap warga negara, dengan memenuhi
syarat-syarat kesanggupan, berhak atas pekerjaan yang ada.
|
Hak mendapatkan pekerjaan (The right to work, to free choice
employment, to just and favourable conditions)
|
Keempat,
kewajiban asasi manusia dan negara. Sebagaimana dipahami bahwa hak sangat
terkait dengan kebebasan dan kewajiban, maka sebagai pribadi, manusia memiliki
kewajiban, begitu pula halnya negara. Penegasan ini tercantum dalam pasal 23
yang berbunyi,”setiap warga negara berhak dan berkewajiban turut serta dan
sungguh-sungguh dalam pertahanan kebangsaan”. Pasal 31 juga menyatakan secara
eksplisit, yaitu “setiap orang yang ada di daerah negara harus aptuh kepada UU,
termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis, dan kepada penguasa-penguasa
yang sah dan yang bertindak sah”.
Mengenai
kewajiban asasi negara, Konstitusi RIS tidak menggunakan kata negara, melainkan
penguasa yang tercantum dalam pasal sebagai berikut :
Pasal
|
ISI
|
24 ayat 1
|
Penguasa tidak akan mengikatkan
keuntungan atau kerugian kepada termasuknya warga negara dalam sesuatu
golongan rakyat.
|
35
|
Penguasa sesanggupnya memajukan
kepastian dan jaminan sosial, teristimewa pemastian dan penjaminan
syarat-syarat perburuhan dan keadaan-keadaan perburuhan yang baik, pencegahan
dan pemberantasan pengangguran serta penyelenggaraan persediaan untuk hari
tua dan pemeliharaan janda-janda dan anak-anak yatim piatu.
|
36 ayat 1
|
Meninggikan kemakmuran rakyat adalah
suatu hal yang terus menerus diselenggarakan oleh peguasa, dengan
kewajibannya senantiasa menjamin bagi setiap orang derajat hidup yang sesuai
dengan martabat manusia untuk dirinya serta keluarganya.
|
38
|
Penguasa melindungi kebebasan
mengusahakan kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan. Dengan
menjunjung asas ini maka penguasa memajukan sekuat tenaganya perkembangan
kebangsaan dalam kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan.
|
39 ayat 1
|
Penguasa wajib memajukan
sedapat-dapatnya perkembangan rakyat baik rohani maupun jasmani, dan dalam
hal ini teristimewa berusaha selekas-lekasnya menghapuskan buta huruf.
|
39 ayat 2
|
Dimana perlu, penguasa memenuhi
kebuthan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam
keinsyafan kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun dan
memperdalam perasaan peri kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama
terhadpa keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam
pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang tua murid-murid.
|
39 ayat 4
|
Terhadap pengajaran rendah, maka
pengusaha berusaha melaksanakan dengan lekas kewajiban belajar yang umum.
|
40
|
Penguasa senantiasa berusaha dengan
sungguh-sungguh memajukan kebersihan umum dan kesehatan rakyat.
|
41 ayat 1
|
Penguasa memberikan perlindungan yang
sama kepada segala perkumpulan dan persekutuan agama yang diakui.
|
41 ayat 2
|
Penguasa mengawasi supaya segala
persekutuan dan perkumpulan agama patuh dan taat kepada undang-undang, termasuk
aturan-aturan hukum yang tak tertulis.
|
Berdasarkan
gambaran di atas, maka dapat dikatakan bahwa HAM dalam Konstitusi RIS menempati
posisi penting yang menunjukkan terdapatnya sebuah jaminan dan perlindungan
yang ideal. Meski Konstitusi RIS terbilang “sementara”, namun kenyataannya
muatan-muatan hak asasi mendapatkan jaminan konstitusional. Jaminan atas
hak-hak asai tersebut semakin dikuatkan dengan terdapatnya kewajiban asasi yang
harus dilaksanakan oleh penguasa/pemerintah.
Sebagaimana
dipahami bahwa hak dan kebebasan menuntut jaminan dan perlindungan, maka hal
tersebut jelas membutuhkan tidak saja political
will dari negara/penguasa, tetapi juga political
action. Dengan adanya kewajiban asasi, hal itu berarti negara mempunyai
political action yang menuntut implementasi secara nyata.
[1] Bambang Sutiyoso, “Konsepsi Hak
Asasi Manusia dan Implementasinya di dalam UNISIA (Yogyakarta, UII Perss, No.
44/XXV/I/2002, hlm. 89.
[2] Mahfud MD, “Undang-Undang
Politik, Keormasan dan Instrumentasi Hak Asasi manusia”, dalam Jurnal Hukum Ius
Quia Justum (Yogyakarta: UII Press No. 10
[3] Mahfud MD, “Demokrasi dan
Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan
ketatanegaraan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 161
[4] Soedjono Sumobroto dan Marwoto,
“ Hak-hak Azasi Manusia dalam UUD 1945 dalam Hukum dan Keadilan (Jakarta:
Majalah Hukum Peradilan, No. 1 Tahun IV, Mei-Juni, 1978), hlm. 14. Sejalan
dengan itu Menurut Tolchah Mansoer, HAM dalam UUD 1945 memang hanya beberapa
saja yang dicantumkan, tapi itu hanya bersifat enunciatif belaka, bukan dan
tidak limitatif. Lihat tolehah Mansoer, Hukum, Negara, Masyarakat, Hak-hak
Asazi Manusia dan Islam (Bandung; Alumni, 1979), hlm. 113
[5] Dahlan Thaib, “Reformasi Hukum
Tata Negara” : Mencari Model Alternatif Perubahan Konstitusi” dala Jurnal Hukum
Ius Quia Iustum (Yogyakarta: UII Press, No. 10 Vol. 5. 1998). Hlm. 12
[6] Alinea I Pembukaan UUD 1945, “
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.”
[7]
Alinea
I Pembukaan UUD1945.
[8]
Pasal
26 UUD 1945 (1) Yang menjadi Warganegara
ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan Undang-undang sebagai Warga negara. (2) Syarat-syarat yang
mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-undang.
[9]
Pasal 27 (1) UUD 1945 Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum
dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
[10]
Pasal 27 (2) UUD 1945, Tiap-tiap warganegara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
[11] Pasal
28 UUD 1945.
[12] Pasal
29 UUD 1945.
[13] Pasal
30 UUD 1945.
[14] Pasal
31 UUD 1945.
[15] Pasal
33 UUD 1945.
[16] Pasal
34 UUD 1945.
[17]
Pembahasan pasal 24-25 UUD 1945.
[18]
Penjelasan pasal 32 UUD 1945.
[19]
Penjelasan pasal 36 UUD 1945.
[20]
Lihat Azhary,Negara Hukum Indonesia; Analisis Yuridis Norma Unsur-unsurnya
(Jakarta: UI, Press, 1995), hlm. 87-90.
[21]
Wolhoff mengatakan, “juga perlu dicatat bahwa konstitusi itu hanya memuat
beberapa hak asasi saja. Wolhoff. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara RI (Jakarta
Mas, 1960), hlm. 78.
[22]
Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Azasi manusia dan Pancasila (Jakarta:PT Pradnya
Paramita, 1975), hlm. 26.
[23]
Kuntjoro
Purbopranoto, Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila (Jakarta: PT Pradnya
Paramita, 1975), hlm. 26.
[24] Bambang Sunggono dan Aries
Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bandung:Mandar Mjau 1994), hlm
85.
[25] Menurut
Todung Mulia Lubis, The first constitution (UUD 1945, pen) was not effectively
enforced because the new state was over helmed by various internal as well as
external problems that threatened its very existence. Lihat Todung Mulia Lubis,
In Search of Human Right; Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order,
1966-1990 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm 60.
[26] Lihat
Dahlan Thaib, “Reformasi.... “,op.cit., hlm. 11.
[27] Bambang
Sunggono dan Aries Harianto, op.cit.,hlm.88.
[28] Ato
Masuda, UUD Tahun 1945 dan perbandingannya dengan UUD Negara Jepang (Jakarta:
penerbitan Universitas, 1962), hlm.60-1.
[29]
Wolhoff, op.cit., hlm.146.